⠀
⠀
Pengertian pemetaan situasi adalah membuat gambaran sebagaian permukaan bumi (suatu daerah ) yang memuat informasi unsur-unsur buatan alam maupun buatan manusia yang dinyatakan menurut symbol-simbol tertentu dan digambarkan dengan skala tertentu diatas bidang datar melalui sistem proyeksi tertentu. Tujuan dari pemetaan dapat digunakan untuk berbagai keperluan perencanaan teknis atau keperluan-keperluan lainnya yang menggunakan peta sebagai acuan.
Untuk dapat menggambarkan keadaan permukaan bumi tersebut, diperlukan pengukuran-pengukuran geodesi (surveying) pada dan diantara titik-titik dipermukaan bumi. Besaran – besaran yang diukur meliputi :
Secara skematis metode pemetaan situasi dapat digambarkan seperti pada skema berikut :
Proses pembuatan peta atau juga disebut pemetaan bila ditinjau dari perolehan datanya dapat dibedakan :
Pada pemetaan situasi terdapat beberapa proses diantaranya adalah :
Ketiga proses tersebut saling kait mengkait, sehingga untuk memperoleh kwalitas peta yang baik maka tiap-tiap prosesnya harus dilaksanakan dengan baik melalui kecermatan dan keterampilan dari team pembuat peta. Dimana pemetaan merupakan gabungan antara ilmu seni (teorinya dan kwalitas penyajian data) dan teknik (tata cara melaksanakan teori tersebut dilapangan, perhitungannya).
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan Peta:
Pelaksanaan dan pengukuran pemetaan situasi
Kerangka Dasar
Untuk memperoleh gambaran (peta) sebagian atau seluruh permukaan bumi pada posisi X dan Y sehingga memperoleh gambar / peta yang selanjutnya peta tersebut didunakan untuk keperluan teknis tertentu.
Terdapat beberapa metoda untuk memperoleh gambaran bentuk permukaan bumi, antara lain :
Pada metoda ini setiap titik detail diproyeksikan siku-siku terhadap garis ukur (garis lurus yang menghubungkan titil-titik kerangka dasar). Kemudian diukur jarak-jaraknya.
Berikut langkah langkahnya:
Keterangan : A, B : titik kerangka dasar
Garis A-B dan C-D : garis ukur
a,b,c,d,e,f : titik detail (pojok bangunan)
a’,b’,c’,d’,e’,f’ : titik proyeksi detail pada garis ukur dimana di titik tersebut merupakan tempat berdiri prisma siku.
Garis a’a, b’b, c’c, dan e’e adalah garis-garis tegak lurus pada garis ukur AB. Dengan mengukur jarak-jarak Aa’, a’a ; a’b’, b’b, b’c, c’c, c’d’, d’d d’e’ dan e’e posisi titik-titik a,b,c,d dan e relatif terhadap garis ukur AB dapat ditentukan dan posisi titik-titik a,b,c,d,e,dan f bias digambarkan/diplot. Masalahnya adalah bagaimana memperoleh titik-titik a’, b’, c’, d’, dan e’ untuk itu digunakan alat cermin sudut (prisma siku) dan tiga buah jalon serta pita ukur untuk jarak-jaraknya.
Lakukan pengukuran jarak-jarak antara titik-titik sehingga membentuk segitiga-segitiga sembarang (jarak antara titik detail, titik kerangka atau titik Bantu).
Peralatan yang digunakan :
a, Metode garis tegak lurus
Langkahnya :
b, Metode trilaterasi
Langkahnya :
Lakukan pengukuran jarak-jarak antara titik-titk sehingga membentuk segitiga-segitiga sembarang ( jarak antara titik detail, titik kerangka atau titik bantu ).
Metode Garis Tegak Lurus :
Metode Trilaterasi :
Untuk memperoleh gambaran (peta) sebagian atau seluruh permukaan bumi pada posisi X, Y dan Z, sehingga memperoleh gambar/peta dengan skala tertentu yang selanjutnya peta tersebut digunakan untuk suatu keprluan teknis tertentu.
A. Dasar Dasar Teori yang dipakai pada pemetaan topografi terestris.
Untuk memperoleh gambaran data dalam rangka pembuatan suatu peta yang menyajikan seluruh atau sebagian permukaan bumi baik unsure buatan alam maupun unsur buatan manusia dapat dilakukan dengan berbagai cara. Adapun pekerjaan yang harus dilakukan pada proses pemetaan detail topografi meliputi:
– Pembuatan/pengukuran kerangka dasar vertical
– Pembuatan/pengukuran kerangka dasar horizontal dengan pengamatan mataharinya.
– Pengukuran detail topografi
Pada materi ini tidak akan dibahas jenis pekerjaan pengukuran kerangka, karena materi tersebut sudah dibahas dan dipraktekan sebelumnya. Missal kerangka dasar vertical di IUT II, jadi yang akan dibahas disini hanya pekerjaan pengukuran detail topografi. Pelaksanaan pengukuran detail topografi dapat dilakukan dengan 2(dua) cara/sistim, yaitu Sistem Sudut dan Sistem Asimut.
Untuk memperoleh posisi titik-titik detail pada metode ini dilakukan pengukuran dengan selalu beracuan pada titik kerangka dasar sehingga untuk menyatakan posisi detail akan dinyatakan dengan sudut dan jarak dari titik kerangka yang digunakan.
Dengan memperhatikan gambar 1 terlihat bahwa untuk menyatakan posisi detail titik a harus diukur besar sudut β1 dan jarak d1, untuk menyatakan posisi detail titik b harus diukur besar sudut β2 dan jarak d2 dan selanjutnya.
Keterangan:
– A, B, C, dan D : titik kerangka dasar
– .a, b, c, d, e, f, dsb : titik-titik detail (pojok-pojok/ batas persil)
– .β1, β2, β3, dsb : sudut antara titik kerangka (titik acuan) dengan titik-titik detail
– .d1, d2, d3, dsb : jarak antara titik kerangka (titik acuan) dengan titik-titik detail
Untuk mendapatkan posisi titik-titik detail pada sistim asimut dilakukan dengan beracuan pada arah utara magnetic (umumnya menggunakan teodolit TO) dan selalu diikatkan pada kerangka dasar sehingga untuk menyatakan posisi detail akan dinyatakan dengan asimut dan jarak.
Jelas terlihat dari gambar 2 bahwa untuk menyatakan posisi detail titik a harus diukur besar sudut α1 dan jarak d1, untuk menyatakan posisi detail titik b harus diukur besar sudut α2 dan jarak d2 dan selanjutnya.
Keterangan:
– A, B, C, dan D : titik kerangka dasar
– .a, b, c, d, e, f, dsb : titik-titik detail (pojok-pojok/ batas persil)
– .α1, α 2, α 3, dsb : sudut antara titik kerangka (titik acuan) dengan titik-titik detail
– .d1, d2, d3, dsb : jarak antara titik kerangka (titik acuan) dengan titik-titik detail
– UM : Utara Magnetik
Metoda pengukuran dari kedua sistim (sistim sudut dan sistim asimut) umumnya menggunakan metode tacimetri, karena metoda tersebut cukup baik untuk dilakukan.
Metoda tacimetri pada gambar dibawah:
Diukur:
BA : bacaan benang atas
BT : bacaan benang tengah
BB : bacaan benang bawah
m/z : bacaan sudut vertical miring/zenith
Ta : tinggi alat
Dihitung :
Jarak optis AB (DoAB) = 100 x | BA – BB|
Jarak datar AB (DdAB) = atau Do cos2 m
Beda tinggi AB (ΔhAB) = 1/2 x Do x sin 2m + ( TA – BT ) atau 1/2 x Do x sin 2z + ( TA – BT )
Tinggi titik B(Hb) = HA + ΔhAB
Peralatan yang digunakan :
– 1(satu buah) Teodolit T0, T2, dan Waterpass
– 1(satu) buah statip
– 1(satu) buah rambu ukur
– 2(dua) buah rambu ukur
– 1(satu) buah pita ukur
– 1(satu) buah unting-unting
– Alat tulis
Prosedur Pengukuran :
– dirikan alat di A, atur sehingga siap dioprasikan
– buka kunci bousole sehingga lingkaran horizontal bias bergerak bebas, bila sudah bener-bener diam (kunci bousole bias kembali atau tidak)
– ukur tinggi alat (Ta) dan dirikan rambu di titik detail a
– arahkan alat ke rambu di titik a, baca dan catat bacaan (BT, BA, BB, asimut dan sudut vertical)
– dirikan rambu di titik detail b
– putar arahkan alat ke rambu di titik b, baca dan catat bacaan (BT, BA, BB, asimut dan sudut vertical)
– ulangi seperti langkah 4 dan 5 sampai dengan detail yang dapat diukur dari titik A selesai
– pindahkan alat ke titik lain, ulangi seperti tahap 2 s/d 6 hingga pengukuran selesai.
Terima Kasih dan Semoga Bermanfaat!
Sumber:
Geodesi, ITENAS-BANDUNG