Halo Sobat Survey, kembali lagi di artikel Indosurta. Kamu pernah dengar “Kebijakan Satu Peta” atau “One Map Policy”? Nah kebijakan satu peta ini turut mempengaruhi dunia pemetaan di Indonesia loh sobat survey. Yuk kita cari tau Sejarah serta definisinya, Simak artikel ini hingga akhir ya sobat survey!
Pada tanggal 23 Desember 2010, presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta peta tutupan lahan hutan untuk keperluan perhitungan karbon dioksida. Namun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan memiliki peta tutupan lahan hutan yang berbeda.
Awalnya, perbedaan tersebut diperkirakan oleh definisi yang berbeda untuk peta hutan lindung, tetapi setelah dianalisis lebih lanjut, ternyata perbedaan tersebut berasal dari referensi dasar peta yang berbeda. Dalam menanggapi ketidakpuasan Presiden, beliau menunjuk Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk membuat referensi informasi geospasial dasar yang akan digunakan oleh semua orang dan Lembaga.
Langkah ini diambil agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam Indonesia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (UU TTR). Menurut undang-undang tersebut, kekayaan alam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus dikelola secara bijaksana dan berdaya guna, dengan merujuk pada prinsip penataan ruang wilayah nasional untuk menjaga keberlanjutan, sesuai dengan konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Nah salah satu langkah konkrit untuk mewujudkan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) adalah penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) No.10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut. Jadi aturan ini bertujuan untuk melakukan pemetaan hutan dan lahan gambut dengan akurat, berdasarkan pada peta dasar yang disediakan oleh BIG.
Di era pemerintahan Joko Widodo, Peraturan Presiden No.9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) diterbitkan, khususnya pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000. Hal ini menunjukkan komitmen yang semakin kuat untuk memastikan bahwa Indonesia memiliki referensi peta yang solid dalam pengambilan keputusan.
Kebijakan satu peta merupakan kebijakan yang dibuat dalam terpenuhinya empat aspek yang tercantum pada Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2016, yaitu:
Dalam merealisasikan KSP ini, diperlukan satu referensi yang tetap dan baku. Referensi yang akan digunakan berasal dari BIG yang mana ditunjuk sebagai penanggung jawab dalam proyek KSP ini.
Oleh sebab itu pada 17 Oktober 2013, BIG sebagai penyelenggara Informasi Geospasial Dasar (IGD) telah merilis suatu referensi baku yaitu Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI 2013).
Yang dimaksud sebagai satu standar adalah menstandarkan metode dalam pemetaan agar informasi geospasial yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan dan akurat. Sehingga lembaga atau orang tidak dapat melakukan pemetaan tematik sendiri dan juga dapat sebagai pengendali kualitas terhadap peta lain.
Satu basis data dalam KSP ini bertujuan untuk dapat dengan mudah mengakses informasi geospasial. Dalam mengimplementasikan KSP yang dapat diakses dengan mudah memerlukan Sistem Informasi Geospasial (SIG). Dataset IG berbasis SIG ini akan dapat dimanfaatkan bersama untuk diintegrasikan atau dipertukarkan apabila difasilitasi oleh satu basis data yang standar.
Sebagaimana Peraturan Presiden No.27 Tahun 2014 yang mencantumkan harus membangun Jaringan Geospasial Nasional (JIGN). Melalui JIGN ini akan dibentuk suatu platform yang digunakan untuk berbagi data dan informasi geospasial berupa Geospasial Portal Nasional yang dikenal Ina Geoportal.
Di bidang kadastral, kebijakan satu peta ini tentunya sangat berguna dan dapat diaplikasikan untuk meminimalisir terjadikan konflik kepemilikan tanah dan administrasi pertanahan di Indonesia. Sebagai contoh dari konflik tersebut yaitu tidak adanya data yang valid, misal kawasan diklaim sebagai kawasan hutan, akan tetapi pada faktanya merupakan kawasan pemukiman.
Pada awalnya konflik pertanahan sering terjadi akibat satu referensi sehingga masih tumpeng tindih satu sama lain sehingga sangat sulit dalam meningkatkan atau memanfaatkan ruang serta penggunaan lahan.
Nah itu dia, perjalanan sejarah dari kebijakan satu peta serta definisinya, ternyata lahirnya kebijakan satu peta ini menjadi salah satu momen pentingnya bagi bidang pemetaan di Indonesia.
Dengan mengetahui adanya sejarah serta definisi dari KSP ini diharapkan Sobat Survey dapat terus melakukan survey dan pemetaan yang mengacu pada referensi dasar yang sama dan memajukan pengetahuan kita tentang karakteristik dari sistem referensi pemetaan.
Semoga dengan membaca artikel ini bisa menambah pengetahuan kamu ya, jangan lupa baca artikel Indosurta yang lainnya juga ya. Semoga bermanfaat! Xoxo. Eits btw kalau kamu butuh alat survey hubungi kami di 021-5315-8019 ya sobat survey.
Penulis:
-AAlhusna, support
Sumber: